-->
Hakikat
Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter yang merupakan
upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh
realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi
dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan
terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai
budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa
(Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Untuk
mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan
dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan
saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu
program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di
mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan
pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal
yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional,
yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN
merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan
budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan
Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Atas dasar itu, pendidikan karakter
bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu,
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal
mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana
yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik
harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing),
akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral
feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan
karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus
dipraktikkan dan dilakukan.
Pendidikan merupakan salah
satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya
harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut
mencakup, yaitu sosialisasi/penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama
seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan
sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan,
pemerintah, masyarakat sipil, politik, media massa, dunia usaha, dan dunia
industri (Buku Induk Pembangunan Karakter, 2010). Sehingga satuan pendidikan
adalah komponen penting dalam pembangunan karakter yang berjalan secara
sistemik dan integratif bersama dengan komponen lainnya. Tujuan,
Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan
karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan
Pancasila.
Pendidikan
karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang
kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan
karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan
media massa.
Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan
pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan
nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan
masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan
pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil
kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values)
yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka
lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18
nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5)
Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu,
(10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli
Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Puskur.
Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah.
2009:9-10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.
Meskipun telah
terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat
menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi
yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas.
Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat
berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal
itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan
masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya
dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan
sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih,
nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Sehubungan
dengan hal tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada puncak peringatan
Hardiknas di Istana Negara (Selasa, 11 Mei 2010) mengutarakan:
”…Saudara-saudara,
kalau saya berkunjung ke SD, SMP, Saudara sering mendampingi saya, sebelum saya
dipresentasikan sesuatu yang jauh, yang maju, yang membanggakan, Saya lihat
kamar mandi dan WC-nya bersih tidak, bau tidak, airnya ada tidak. Ada nggak
tumbuhan supaya tidak kerontang di situ. Kebersihan secara umum, ketertiban
secara umum. Sebab kalau anak kita TK, SD, SMP selama 10 tahun lebih tiap hari
berada dalam lingkungan yang bersih, lingkungan yang tertib, lingkungan yang
teratur itu ada values creation. Ada character building dari segi itu. Jadi
bisa kita lakukan semuanya itu dengan sebaik-baiknya….”
Proses Pendidikan Karakter
Proses
pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat.
Pengkategorian
nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang
yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup
seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan
fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga,
satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi
karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat
dikelompokkan dalam: (1) olah hati (spiritual & emotional development);
(2) olah pikir (intellectual development); (3) olah raga dan kinestetik
(physical & kinesthetic development); dan (4) olah rasa dan
karsa (affective and creativity development). Proses itu secara
holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta
masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya
terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas
(Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8
ijin copy mas
BalasHapus