-->
Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan
Kita
telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal
masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan
akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999).
Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan
menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar
pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan
yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga
diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan,
psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan
cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan,
perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar
mereka.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan. Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan. Pendidikan di Abad Pengetahuan Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu;
(1) dari
masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang
dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia,
(4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari
sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan
diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari
hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari
atau/atau ke pilihan majemuk.
Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu;
(1) dari
negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen,
(3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol pemerintah ke tuntutan
pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi
canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8) dari Barat
ke Timur. Kedelapan kecenderungan itu
akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup
masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan
mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan
kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk
mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan
kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya
bangsanya.
Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu;
(a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b)
untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam
proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai
cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan
yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai
proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian
kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan
makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi
corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi
maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai
lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya. Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:
(1) dari
belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus
penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan
guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari
pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan
fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye
melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang
terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada
kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli
tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan
tuntutan yang bersifat kompetitif.
Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Sumber : Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2. Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001. Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar